Komentar Dinonaktifkan pada Narasi: Illegal Fishing (Bom dan Bius) vs. Kebutuhan Rumah Tangga
Oleh: Asri – PEH Ahli Muda
“Laut Memberi, Tapi Kita yang Merusak?”
Bayangkan ini: Seorang nelayan, sebut saja Pak Arman, berangkat subuh-subuh dengan perahu kayunya. Di rumah, istri dan tiga anaknya menunggu hasil tangkapan hari ini untuk makan malam. Tapi setelah seharian melaut, jaringnya hampir kosong. Ikan-ikan semakin sulit didapat. Lalu, ada tetangganya yang menawarkan solusi cepat: “Pakai bom saja, sekali ledak, dapat banyak! Atau pakai potasium, biar ikan pingsan, gampang ambilnya.”
Nelayan Panah Tradisional
Di titik ini, konflik moral muncul:
Dilema ekonomi: “Kalau tidak pakai bom/bius, dapat ikan sedikit, keluarga kelaparan.”
Dampak ekologi: “Tapi kalau pakai bom, terumbu karang hancur, ikan-ikan kecil mati, dan sumber daya laut musnah perlahan.”
Faktanya:
Bom ikan tidak hanya membunuh target tangkapan, tapi meratakan ekosistem. Karang yang butuh puluhan tahun tumbuh, hancur dalam sekejap.
Bius ikan (potasium/sianida) mencemari air, meracuni biota laut, dan membuat ikan-ikan yang lolos jadi mandul.
Jangka panjang: Laut yang rusak = nelayan tradisional semakin sulit dapat ikan = lingkaran setan kemiskinan.
Ikan hasil pancing
Lalu, apa solusinya?
Edukasi & Kesadaran Kolektif: Illegal fishing bukan solusi, tapi bom waktu. Butuh pemahaman bahwa melaut harus berkelanjutan.
Bantuan Pemerintah: Akses ke alat tangkap ramah lingkungan (contoh: jaring selektif), bantuan modal, atau program diversifikasi penghasilan (e.g., budidaya rumput laut).
Komunitas Nelayan: Gotong royong mengawasi laut dari praktik destruktif. “Satu orang pakai bom, ratusan orang menderita.”
Karang Sehat Ikan Melimpah
Kisah Nyata: Di Wakatobi, nelayan yang dulu pakai bom sekarang jadi pelopor eco-fishing. Hasilnya? Laut pulih, ikan berlimpah, dan pendapatan justru lebih stabil.
Pertanyaan Refleksi:
Apa warisan yang ingin kita tinggalkan untuk anak cucu? Laut mati atau sumber daya yang tetap mengalir?
Jika semua nelayan pakai bom/bius, apa yang akan tersisa 10 tahun lagi?
Menemani suami untuk melaut esoknya
Penutup: Kebutuhan rumah tangga adalah hal nyata, tapi merusak laut = menggergaji dahan pohon yang kita duduki. Bukan tidak boleh mencari nafkah, tapi caranya harus bisa menjamin bahwa besok masih ada ikan untuk ditangkap.
Upaya Pemulihan Ekosistem dengan Transplantasi Karang
“Laut bukan warisan nenek moyang, tapi titipan anak cucu.”
Aksi Kecil yang Bermanfaat:
Support nelayan yang pakai alat ramah lingkungan.
Laporkan praktik illegal fishing ke otoritas setempat.